Tingginya Permintaan Pembuatan Paspor di NTT, Komisi XIII: Jangan Sampai Jadi Celah TPPO
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Dewi Asmara, saat memimpin Kunjungan Kerja Reses Komisi XIII DPR RI, di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Jumat (25/7/2025). Foto: Ica/vel
PARLEMENTARIA, Manggarai Barat - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Dewi Asmara, menyoroti tingginya permintaan pembuatan paspor di sejumlah daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di wilayah destinasi wisata seperti Labuan Bajo. Hal ini disampaikan dalam rapat bersama mitra kerja saat Kunjungan Kerja Reses Komisi XIII DPR RI, di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Jumat (25/7/2025),
Dalam paparannya, Dewi menekankan pentingnya sinergi antara lembaga-lembaga pelayanan publik seperti keimigrasian, pemasyarakatan, Kementerian Ketenagakerjaan, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), agar pengawasan dan pelayanan kepada masyarakat semakin optimal.
“Yang kami dorong adalah agar pengukuran pelayanan masyarakat, baik itu dalam urusan hukum, imigrasi, pemasyarakatan, maupun lembaga lain seperti LPSK, benar-benar dilakukan secara terpadu dan menyentuh kebutuhan nyata masyarakat,” ungkap legislator dari Fraksi Partai Golkar tersebut.
Ia mengungkapkan, berdasarkan data yang diperoleh Komisi XIII DPR, Labuan Bajo tercatat sebagai salah satu daerah dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tertinggi di sektor imigrasi. Namun, permintaan paspor justru tercatat paling tinggi berasal dari Kupang dan Atambua.
“Banyaknya permintaan paspor di daerah wisata tentu harus kita sikapi hati-hati. Kami mengingatkan agar koordinasi antara instansi imigrasi dan Dinas Tenaga Kerja, serta Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dapat dilakukan lebih optimal,” ujarnya.
Dewi mengingatkan bahwa besarnya arus permintaan paspor untuk keperluan wisata bisa saja menjadi celah untuk praktik perdagangan orang. “Jangan sampai paspor yang dibuat untuk tujuan wisata justru disalahgunakan, terutama untuk kegiatan yang mengarah pada tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Banyak kasus baru terungkap setelah para korban menderita di luar negeri,” tegasnya.
Ia juga mengusulkan agar pengawasan terhadap proses penerbitan paspor ditingkatkan, khususnya di daerah dengan tingkat migrasi tinggi. “Kami tentu mendukung pelayanan yang semakin cepat dan maksimal, tapi tetap harus dibarengi dengan kewaspadaan. Penting agar pengeluaran dokumen perjalanan dilakukan dengan selektif, agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab,” pungkas Dewi. (ica/rdn)